وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
Bahwa mereka menanyakan kepada Rasulullah tentang haid sebagaimana yang kami riwayatkan, karena sebelum ada hukum dari Allah mereka tidak mendapatkan kejelasan dalam masalah haid, mereka tidak menempatkan orang haid didalam rumah, tidak memberi makan dalam satu nampan, tidak menggaulinya, maka Allah memberitahukan kepada mereka dengan ayat ini, bahwa yang wajib bagi mereka ketika masa haid adalah dilarang menggaulinya saja sedangkan yang lainnya diperbolehkan, memberinya makan, minum, dan tidur bersama dalam satu ranjang.
Dari Bisyr bin Mu'adz menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid menceritakan kepada Kami, ia berkata: Sa'id menceritakan kepada kami, dari Qatadah tentang firman Allah : وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ hingga firman Allah : حَتَّى يَطْهُرْنَ bahwa kaum jahiliyah tidak menempatkan orang yang haid di dalam rumah, tidak memberi makan dalam nampan, maka Allah menurunkan ayat-Nya tentang hal itu, Allah haramkan umumnya selama dia haid dan dia halalkan selain itu: mewarnai rambutmu, makan dari makananmu, menggaulinya di bantalmu jika dia memakai sarung.
Dari Aku telah diberitahu dari Amar, ia berkata: Ibnu Abi Ja'far menceritakan kepada kami, dari bapaknya, dari Ar-Rabi', seperti itu.
Dan diriwayatkan mereka menanyakan hal itu karena ketika dalam masa haid tidak menggaulinya melalui kemaluan tempat keluarnya darah akan tetapi menggaulinya melalui dubur, maka Allah melarang mereka untuk mendekatinya pada masa haid sehingga mereka bersih, kemudian jika telah selesai masa haidnya diizinkan bagi mereka untuk menggaulinya melalui kemaluannya, dan diharamkan menggauli melalui duburnya dalam kondisi apapun. sebagaimana riwayat berikut:
Dari Muhammad bin Abdul Malik bin Abi Syawarib menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdul Wahid menceritakan kepada kami, ia berkata: Khashif menceritakan kepada kami, ia berkata: Mujahid menceritakan kepadaku, ia berkata: mereka menjauhi wanita di masa haid, dan menggaulinya melalui dubur, maka mereka bertanya kepada Nabi tentang hal itu, maka Allah menurunkan firman-Nya: وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ hingga ayat :
فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ di kemaluan mereka dan jangan melampuinya.
Penakwilan firman Allah : قُلْ هُوَ أَذًى (Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran")
Abu Ja'far berkata: Maksud Allah dalam firman tersebut: katakanlah wahai Muhammad kepada sahabatmu yang menanyakan tentang haid bahwa itu adalah suatu kotoran.
Dan yang dimaksud dengan kotoran: sesuatu yang membuat kotor dari apa yang dibenci di dalamnya, dalam bab ini dinamakan kotoran karena baunya yang busuk, menjijikkan dan najis, dan kalimat أذى adalah menyeluruh mencakup semua makna kotoran, bukan hanya satu makna.
Ahli takwil berbeda pendapat tentang penakwilan itu karena kedekatan makna. Sebagian berkata: :قُلْ هُوَ أَذًى adalah kotoran. Sebagaimana riwayat berikut:
Dari Musa bin Harun menceritakan kepadaku, ia berkata: Amr bin Hammad menceritakan kepada kami, ia berkata: Asbath menceritakan kepada kami dari As-Suddi tentang firman Allah : قُلْ هُوَ أَذًى berkata: sedangkan أذى adalah kotoran.
Dari Al Hasan bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdurrazzaq memberitahukan kepada kami, ia berkata: Ma'mar menceritakan kepada kami, dari Qatadah tentang firman Allah: :قُلْ هُوَ أَذًى ia berkata: artinya kotoran.
Pendapat lain mengatakan: maknanya adalah: katakan itu adalah darah,
Sebagaimana Riwayat berikut :
Dari Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, ia berkata: Muammal menceritakan kepada kami, ia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dari Ibnu Abi Najih, dari Mujahid tentang firman Allah:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى ia mengatakan: itu adalah darah
Penakwilan firman Allah: فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ (Oleh sebab itu sebaiknya kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid)
Abu Ja'far berkata: Yang dimaksud oleh Allah dalam firman-Nya: فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ : jauhilah menggauli, menikahi perempuan pada masa haid. Sebagaimana riwayat berikut:
Dari Ali bin Abu Daud menceritakan padaku, ia berkata: Abu Shalih menceritakan kepada kami, ia berkata: Mu'awiyah menceritakan padaku, dari Ali, dari Ibnu Abbas, tentang firman Allah: فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ia berkata: jauhilah untuk menggauli pada kemaluannya.
Para ulama berbeda pendapat tentang bagian mana yang harus dihindari oleh laki-laki dari wanita yang sedang haid. Sebagian mengatakan: yang diwajibkan untuk menghindarinya adalah semua badannya yaitu tidak boleh menggaulinya di seluruh badannya. Sebagaimana riwayat berikut:
Dari Bisyr bin Muhammad menceritakan kepada kami, ia berkata: Hammad bin Mas'adah menceritakan kepada kami, ia berkata: Auf menceritakan kepada kami, dari Muhammad mengatakan: aku mengatakan kepada Ubaidah: apa yang dihalalkan terhadap istriku jika dia haid? Ia mengatakan: Tempat tidur boleh satu, tapi hendaknya selimutnya berbeda.
DariTamim bin Al Muntashir menceritakan padaku, ia berkata: Yazid menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad menceritakan kepada kami, dari Az-Zuhri dari Urwah, dari Nadbah budak keluarga Abbas mengatakan: Maimunah binti Al Harits mengutusku kepada istri Abdullah bin Abbas, dan di antara mereka ada kekerabatan dari pihak perempuan, maka aku mendapatkan tempat tidurnya jauh dari tempat tidur suaminya, kemudian aku mengira bahwa itu adalah bentuk hijrah (meninggalkan istri di ulang) maka aku menanyakan kepadanya tentang pisahnya ranjang dia dengan suaminya, dia lalu berkata: aku sedang haid, dan jika aku haid maka dia meniggalkan kasurku, kemudian aku pulang dan aku memberitahukan hal itu kepada Maimunah atau Hafshah, kemudian aku diperintahkan kembali kepada Ibnu Abbas untuk mengatakan bahwa ibumu mengatakan kepadamu: Apakah kamu enggan dengan Sunnah Nabi SAW? Dan demi Allah bahwa Rasulullah tidur di istrinya sedangkan istri beliau sedang haid, dan tidak ada diantara beliau yang istrinya memiliki penghalang kecuali baju yang melebihi lutut.
Yang lainnya berpendapat: yang Allah perintahkan untuk menjauhinya adalah tempat kotoran tersebut, yaitu tempat keluarnya darah. Sebagaimana riwayat berikut:
Dari Humaid bin Mas'adah menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid bin Zurai' menceritakan kepada kami, ia berkata: Uyainah bin Abdurrahman bin Jusyun menceritakan kepadaku, ia berkata: Marwan Al Ashghar menceritakan kepada kami, dari Masruq Al Ajda' mengatakan: aku berkata kepada Aisyah: apa yang dihalalkan bagi seorang laki-laki terhadap istrinya jika dia haid? Dia mengatakan: Semuanya kecuali jima'.
Dari Ya'qub menceritakan padaku, ia berkata: Ibnu Ulayyah menceritakan kepada kami, dari Ayyub, dari Abu Ma'syar, ia berkata: aku bertanya kepada Aisyah: apa yang diperbolehkan bagi laki-laki terhadap istrinya jika dia haid? Dia mengatakan: segala sesuatu kecuali kemaluan.
Abu Ja'far berkata: Hujjah dan alasan yang dipakai oleh mereka yang mengatakan pendapat ini adalah adanya hadits yang diriwayatkan secara mutawatir dari Rasulullah, bahwa beliau menggauli istrinya dimasa haid, seandainya yang diwajibkan adalah menjauhi semuanya pasti akan dilakukan oleh Rasulullah, oleh sebab itu ketika hadits itu jelas shahih dari Rasulullah, maka jelaslah bahwa yang dimaksud oleh Allah dalam firman-Nya: فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ adalah menjauhi sebagian anggota badannya. Jika hal tersebut demikian, maka maknanya bahwa jima' yang telah disepakati keharamannya (ketika haid) adalah jima yang berada pada kemaluannya dan bukan anggota badan yang lainnya.
Yang lainnya berpendapat: Yang diperintahkan untuk menjauhi kala haid adalah yang berada di antara pusar dan lutut. Sebagaimana riwayat berikut :
Dari Abu Kuraib menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Abi Zaidah menceritakan kepada kami, dari Ibnu Aun, dari Ibnu Sirin, dari Syuraikh mengatakan: Dibolehkan bagi suami yang berada diatas pusar, dan menyebutkan tentang haid.
Dan alasan yang digunakan oleh mereka yang mengatakan pendapat ini adalah adanya hadits yang shahih dari Rasulullah SAW. serupa diriwayatkan:
Dari Ibnu Abi Syawarib menceritakan kepadaku dengan hal itu, ia berkata: Abdul Wahid bin Ziyad menceritakan kepada kami, ia berkata: Sulaiman Asy-Syaibani menceritakan kepada kami, dan Abu As-Saib menceritakan kepada kami, ia berkata: Hafsh menceritakan kepada kami, ia berkata: Asy-Syaibani menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Syadad bin Al Had menceritakan kepada kami, ia berkata: aku mendengar ingin Maimunah mengatakan: bahwa Rasulullah jika menggauli istrinya, sedangkan istrinya haid, maka diperintahkan kepadanya untuk menggunakan sarung.
Dan masih banyak hadits yang sama maknanya yang terlalu panjang untuk dimuat dalam buku ini, mereka berkata: yang dilakukan oleh Rasulullah adalah boleh; yaitu menggauli wanita di atas dan di bawah sarungnya, yaitu daerah di bawah lutut dan di atas pusar, maka yang selain bagian tersebut harus dijauhi karena keumuman ayat tersebut.
Abu Ja'far berkata: Pendapat yang paling benar dalam hal ini adalah:
Dibolehkan bagi laki-laki terhadap istrinya pada masa haid di atas sarung dan bukan yang di bawahnya, karena adanya alasan tentang pendapat itu.
Penakwilan firman Allah : وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ ( dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci)
Abu Ja'far berkata: Para ahli qira 'at berbeda pendapat tentang bacaan ayat tersebut, sebagian ada yang membacanya حَتَّى يَطْهُرْنَ dengan mendhammahkan ha dan meringankannya dan yang lainnya membaca dengan fathah dan taysdid, sedangkan yang membaca dengan dhammah tanpa taysdid mengertikan ayat tersebut: "Dan janganlah kamu mendekati wanita pada masa haidnya sehingga darah haidnya berhenti dan mereka mensucikan diri," dan para ahli takwil banyak yang menakwilkan dengan penawilan ini. Sebagaimana Riwayat berikut :
Dari Ibnu Basysyar menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Mahdi dan Muammal menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dari Ibnu Abi Najih, dari Mujahid tentang firman Allah: وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ ia berkata: Sampai darahnya berhenti.
Abu Ja'far berkata: Bacaan ayat tersebut yang paling benar adalah mereka yang membaca حَتَّى يَطْهُرْنَ dengan tasydid dan fathah, yang bermakna: sehingga mandi mereka, karena adanya ijma dari umat diharamkan bagi laki-laki untuk mendekati istrinya setelah berhentinya darah haid sampai mandi mereka.
Maka takwil ayat itu adalah: mereka bertanya kepadamu tentang haid, katakan itu adalah kotoran, jauhilah untuk menggauli istrimu di waktu mereka haid dan janganlah kalian mendekatinya sampai mereka mandi dan mensucikan diri setelah berhentinya darah haid mereka.
Penakwilan firman Allah: فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ (Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintakan Allah kepadamu)
Abu Ja'far berkata: Maksud Allah dalam firman-Nya : فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُ dan jika mereka telah mandi dan bersuci dengan air, maka gaulilah mereka. Jika ada yang mengatakan: apakah menggaulinya menjadi wajib saat itu?
Dikatakan: tidak, jika ada yang mengatakan: maka apa makna firman Allah: فَأْتُوهُنَّ dikatakan: itu berarti yang sebelumnya dilarang kemudian dibolehkan untuk menggaulinya dan dibebaskannya, karena adanya bahaya pada masa haid.
Dan ahli takwil berbeda pendapat tentang penakwilan firman Allah: فَإِذَا تَطَهَّرْنَ sebagian mengatakan: maknanya adalah jika mereka telah mandi. Sebagaimana dalam riwayat berikut:
Dari Al Mutsanna menceritakan padaku, ia berkata: Abu Shalih menceritakan kepada kami, ia berkata: Mu'awiyah bin Abi Shalih menceritakan padaku, dari Ali Ibnu Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas: فَإِذَا تَطَهِّرْنَ jika suci dari darah, dan bersuci dengan udara.
Dari Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Mahdi dan Muammal menceritakan padaku, keduanya berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dari Ibnu Abi Najih, dari Mujahid:
فَإِذَا تَطَهِّرْنَ jika mereka telah mandi.
Abu Ja'far berkata: Penakwilan yang paling benar dalam takwil ayat tersebut adalah takwil yang mengatakan bahwa makna ayat فَإِذَا تَطَهِّرْنَ jika dia mandi, karena ijma' umat bahwa wudhu dengan air tidak menjadikannya suci yang sah untuk shalat. Dan perkataan itu mengandung dua kemungkinan: maknanya bisa berarti: jika mereka telah suci dari najis maka gaulilah mereka. jika maknanya demikian: semestinya setelah berhenti darahnya maka dibolehkan bagi suaminya untuk menggaulinya jika tidak ada lagi najis yang nampak, dan ini jika firman Allah : فَإِذَا تَطَهَّرْنَ boleh diartikan dengan bersuci dari najis dan aku tidak tahu makna ini dibolehkan kecuali dengan jalan memaksakan dalam maknanya.
Dan ijma umat bahwa tidak sah melakukan shalat kecuali dengan mandi, merupakan dalil yang jelas tentang kebenaran apa yang kami katakan bahwa diharamkan untuk menggaulinya kecuali setelah mandi, dan makna firman Allah: فَإِذَا تَطَهَّرْنَ jika mereka telah mandi sehingga mereka suci sebagaimana suci yang dibolehkan untuk shalat.
Penakwilan firman Allah : فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ( maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintakan Allah kepadamu)
Abu Ja'far berkata: Ahli takwil berbeda pendapat tentang takwil firman Allah : فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ
sebagian mengatakan: maknanya adalah:
Dari Ya'qub bin Ibrahim menceritakan kepadaku, ia berkata: Ibnu Ulayyah menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Ishaq, ia berkata: Aban bin Shalih menceritakan kepadaku, dari Mujahid, ia mengatakan: Ibnu Abbas mengatakan tentang firman Allah: فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللهُ artinya dari bagian yang Allah perintahkan kepadamu untuk menjauhinya.
Dari Yunus menceritakan padaku, ia berkata: Ibnu Wahab memberitahukan kepada kami, ia berkata: Abu Shahar menceritakan kepada kami, dari Abi Mu'awiyah Al Bajali dari Sa'id bin Jabir bahwa dia berkata: ketika aku dan Mujahid duduk di tempat Ibnu Abbas, datanglah seorang laki-laki di dekatnya dan berdiri tepat di depan kepalanya, kemudian mengatakan: wahai Abu Fadhl atau wahai Ibnu Abbas, tidakkah kamu akan menceritakan tentang ayat haid? Kemudian Ibnu Abbas berkata: baiklah, kemudian membaca ayat: وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ sampai akhir ayat, kemudian Ibnu Abbas mengatakan: dari bagian tempat mengalirnya darah, kemudian dari tempat yang sama dimana kamu diperintahkan untuk menggaulinya.”
Yang lainnya berpendapat: Datangilah mereka di bagian yang kalian diperintahkan untuk mendatanginya dan yang dimaksud dengan bagian itu adalah masa suci bukan masa haid, maka maknanya adalah dan datangilah pada saat mereka dalam keadaan suci dan jangan dimasa mereka haid. Seperti Riwayat berikut :
Dari Muhammad bin Sa'd menceritakan kepadaku, ia berkata: Bapakku menceritakan kepadaku, ia berkata: Pamanku menceritakan kepadaku, ia berkata: Bapakku menceritakan kepadaku, dari bapaknya dari Ibnu Abbas: فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ yaitu mendatangi mereka pada masa suci, bukan haid.
Pendapat yang lainnya mengatakan: Gauilah wanita itu dengan jalan menikah, bukan dengan jalan perzinahan. Sebagaimana riwayat berikut:
DariAmr bin Ali menceritakan kepada kami, ia berkata: Waki' menceritakan kepada kami, ia berkata: Isma'il Al Azraq menceritakan kepada kami, dari Abi Amr Al Asadi dari Ibnu Al Hanafiyah : فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللهُ ia mengatakan: dengan jalan yang halal yaitu dengan jalan menikah."
Abu Ja'far berkata: Pendapat yang paling benar dalam penawilan ayat ini adalah mereka yang mengatakan bahwa maknanya adalah: gaulilah mereka pada masa suci, karena setiap perintah memiliki makna larangan terhadap kebalikannya begitu juga sebaliknya. Seandainya makna firman Allah فَأْتُوهُ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ adalah gaulilah mereka di tempat keluarnya darah yang kalian dilarang menggaulinya pada masa haid, maka firman Allah وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ takwilnya harus bermakna: Janganlah kalian menggaulinya dari tempat keluarnya darah, melainkan di seluruh badannya selain itu, maka menjadi mutlak untuk menggaulinya pada duburnya dan pada masa haid.
Penakwilan firman Allah: إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ ( jujur menyukai Allah orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri)
Abu Ja'far berkata: Yang dimaksud oleh Allah dalam firman-Nya:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ orang-orang yang kembali taat kepada Allah setelah melarikan diri dari ketaatan kepada-Nya dan telah kami terangkan makna taubah pada bab yang lalu.
Kemudian mereka berselisih pendapat tentang makna وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Sebagian mengatakan: mereka adalah yang bersuci dengan air, sebagaimana riwayat berikut:
Dari Ibnu Humaid menceritakan kepada kami, ia berkata: Yahya bin Wadhih menceritakan kepada kami, ia berkata: Thalhah menceritakan kepada kami, dari Atha' tentang firman Allah : إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ ia mengatakan: yang bertaubat dari dosa-dosa وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ ia mengatakan: yang bersuci dengan air untuk shalat.
Yang lainnya mengatakan: Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dari dosa, dan mencintai orang-orang yang tidak mendatangi perempuan melalui duburnya. Sebagaimana riwayat berikut:
Dari Ahmad bin Hazim menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Nu'aim menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibrahim bin Nafi' menceritakan kepada kami, ia berkata: aku mendengar Sulaiman budak Ummu Ali, ia berkata: Aku mendengar Mujahid berkata: Barangsiapa yang mendatangi wanita pada duburnya maka tidak termasuk dari orang-orang yang bersuci.
Yang lainnya berpendapat : وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ dari dosa dan kembali lagi setelah bertaubat. Sebagaimana riwayat berikut:
Dari Al Qasim menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Husain menceritakan kepada kami, ia berkata: Hajjaj menceritakan kepadaku dari Ibnu Juraij, dari Mujahid: إِنَّ اللهَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ dari dosa yang tidak dilakukannya وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ dari dosa: Tidak mengulanginya kembali.
Abu Ja'far berkata: Pendapat yang benar dalam menakwilkan ayat tersebut adalah pendapat yang mengatakan: sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dari dosa, dan mencintai orang-orang yang bersuci dengan udara, karena zhahir ayat tersebut.
Dan karena Allah menyebutkan tentang haid, dan amal perbuatan mereka di masa jahiliyah, yaitu menjauhkan wanita yang haid dari makan, minum, tempat tinggal, dan perbuatan lain yang Allah benci bagi hamba-Nya. Maka ketika para sahabat menanyakan tentang hukumnya, Allah mewahyukan kepada Nabi-Nya tentang hal tersebut, dan Allah menerangkan kepada mereka apa yang dibenci dan diridhai dan Allah memberitahukan kepada hamba-Nya bahwa dia mencintai hamba-Nya yang kembali kepada ridha-Nya.
Termasuk dari yang Allah terangkan kepada mereka adalah bahwa Allah telah mengharamkan untuk mendatangi istri mereka meskipun telah selesai dari haidnya sampai mereka mandi, kemudian berfirman: وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bersuci, yang dimaksud adalah orang-orang yang bersuci untuk shalat dari junub dan hadats, dan perempuan yang bersuci dengan air dari nifas, haid, junub dan hadats.
Dan firman Allah: وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ bukan المتطهرات karena sebelumnya telah menyebutkan tentang bersuci bagi wanita, dan karena الْمُتَطَهِّرِينَ masuk di dalamnya laki-laki dan perempuan akan tetapi jika menyebut المتطهرات maka laki-laki tidak termasuk di dalamnya dan hanya khusus bagi wanita. Maka Allah menyebutnya dengan lafazh umum bagi semua hamba-Nya yang mukallaf, karena dalam ibadah semuanya harus bersuci memakai air meskipun terdapat perbedaan sebab serta kondisi yang mewajibkan mereka untuk bersuci.
Sumber : Tafsir At Thabari bag 3 hal 644 sd 669

Comments
Post a Comment