Sumber Gambar : Chat GPT
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.
Penakwilan firman Allah: وَأَتِمُوا الْحَجِّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ (Dan sempurna kanlah ibadah haji dan umrah karena Allah)
Abu Ja'far berkata: Para mufassir berselisih pendapat tentang penawilan ayat ini. Sebagian mereka mengatakan, bahwa maknanya: sempurnakanlah haji dengan seluruh manasik dan sunnahnya, dan sempurnakanlah umrah dengan seluruh ketentuan sunnah dan sunnah-sunnahnya. Demikian seperti dijelaskan dalam riwayat-riwayat berikut:
Dari Ubaid bin Isma'il Al Hibari menceritakan kepadaku, ia berkata: Abdullah bin Numair menceritakan kepada kami dari A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah : وَأَتِمُوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ
ia berkata: dalam qiraat Abdullah berbunyi: وَأَقِيمُوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ إِلَى الْبَيْتِ ia berkata: janganlah kalian melampaui Ka'bah dalam umrah. Ibrahim berkata: lalu hal itu aku tanyakan kepada Sa'id bin Jubair, jawabnya: Ibnu Abbas juga mengatakan demikian.
Dari Al Mutsanna menceritakan padaku, ia berkata: Abu Shalih menceritakan kepada kami, ia berkata: Mu'awiyah bin Shalih menceritakan padaku dari Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas: وَأَتِمُوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ia berkata: barangsiapa berihram haji atau umrah maka tidak diperbolehkan baginya bertahallul sebelum menyempurnakannya; adapun kesempurnaannya haji pada hari kurban jika telah melempar jumrah Aqabah dan thawaf (Ifadhah) maka dianggap telah bertahallul dari seluruh ihramnya, dan sempurnanya umrah jika telah thawaf di Ka'bah dan sa'i antara bukti Shafa dan Marwa, maka ia dianggap telah bertahallul.
Sebagian mereka mengatakan: kesempurnaan haji dan umrah yaitu berihram untuk masing-masing dari keduanya dari rumah keluarga. Seperti dijelaskan dalam riwayat berikut:
Dari Muhammad bin Al Mutsanna menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Ja'far menceritakan kepada kami, ia berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami dari Amr bin Murrah dari Abdullah bin Salamah dari Ali bahwa ia berkata: Ada seseorang yang datang kepada Ali menanyakan ayat berikut: وَأَتِمُوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ hendaknya kamu berihram dari rumah keluargamu.
Sebagian mereka mengatakan, bahwa kesempurnaan umrah adalah melaksanakannya di luar bulan haji, sedang kesempurnaan haji adalah mengerjakan seluruh manasiknya tanpa menyebabkan pelakunya harus membayar dam karena melaksanakan haji qiran atau tamattu'.
Dari Bisyr bin Mua'dz menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid bin Zurai' menceritakan kepada kami, ia berkata: Sa'id menceritakan kepada kami dari Qatadah : وَأُتِمُوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ia berkata: kesempurnaan umroh yaitu melaksanakannya diluar bulan haji, sedangkan melaksanakannya di dalam bulan haji kemudian mukim sampai melaksanakan haji maka ia disebut tamattu', dimana ia diwajibkan membayar hadyu jika mampu, namun jika tidak maka ia diwajibkan berpuasa selama tiga hari dalam haji dan tujuh hari setelah pulang kembali.
Sebagian yang lain mengatakan, bahwa kesempurnaan haji dan umrah adalah jika engkau keluar meninggalkan keluargamu hanya karena ingin mengerjakan keduanya. Demikian seperti dijelaskan dalam riwayat berikut:
Dari Al Qasim menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Husain menceritakan kepada kami, ia berkata: seorang laki-laki menceritakan saya dari Sufyan, ia berkata: kesempurnaan haji dan umrah adalah jika Anda keluar meninggalkan keluargamu hanya karena ingin mengerjakan keduanya, lalu berihram dari miqat bukan karena tujuan dagang dan yang lainnya, hingga ketika dekat Mekkah Anda mengatakan: alangkah baik jika saya mengerjakan haji atau umrah, ini sah, akan tetapi yang sempurna adalah keluar karena niat ingin mengerjakannya dan bukan untuk tujuan lainnya.
Sebagian yang lain mengatakan, bahwa maknanya: sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah jika kalian telah masuk di dalamnya. Demikian seperti dijelaskan dalam riwayat berikut:
Dari Yunus bin Abdul A'la menceritakan kepadaku, ia berkata: Ibnu Wahab memberitahukan kepada kami, ia berkata: Ibnu Zaid berkata: Umrah tidaklah wajib atas seorangpun. Ia berkata: lalu aku bertanya tentang firman Allah Ta'ala : وَأَتِمُوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ia: tidak seorangpun masuk dalam suatu pekerjaan sampai mencapainya, maka jika telah masuk di dalamnya tidak sampai berihram sehari atau dua hari lalu kembali, sebagaimana jika ia berpuasa tidak diperbolehkan baginya untuk berbuka di siang hari.
Penakwilan firman Allah : فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ (Jika kalian terkepung [terhalang oleh musuh atau karena sakit], maka [sembelihlah] korban yang mudah didapat)
Abu Ja'far berkata: Para mufassir berselisih pendapat tentang penakwilan ayat ini. Sebagian mereka mengatakan, bahwa ia mencakup apa saja yang menghalangi orang ihram dari Ka'bah dan dari menunaikan ritualnya. Demikian seperti dijelaskan dalam riwayat berikut:
Dari Muhammad bin Amr menceritakan kepadaku, ia berkata: Abu Ashim menceritakan kepada kami, ia berkata: Isa menceritakan kepada kami dari Ibnu Abi Najih, dari Mujahid bahwa ia berkata: yang dimaksud dengan الحصر adalah semua yang menghalangi. Ia berkata: Barangsiapa terhalangi dalam haji atau umrahnya, maka ia harus mengirim hadyunya dari tempat ia tertahan. Ia berkata: dan Mujahid berkata: فَإِنْ أَحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ artinya: tertahan karena sakit, atau cidera, atau apa saja yang menahannya, maka ia harus mengirim hadyunya, dan tidak boleh mencukur dan tahallul hingga hari penyembelihan.
Abu Ja'far berkata: Kemudian para mufassir berselisih pendapat tentang penakwilan : فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ . Sebagian mereka mengatakan, bahwa ia kambing domba. Seperti disebutkan dalam riwayat-riwayat berikut:
Dari Abdul Humaid bin Bayan Al Qannad menceritakan kepada kami, ia berkata: Ishaq Al Azraq memberitahukan kepada kami dari Yunus bin Abi Ishaq As-Subai, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, ia berkata: فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ yaitu
Dari Muhammad bin Sa'd menceritakan kepadaku, ia berkata: bapakku menceritakan kepadaku, ia berkata: pamanku menceritakan kepadaku, ia berkata: bapakku menceritakan kepadaku dari bapaknya, dari Ibnu Abbas : فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْي orang yang tertahan hendaknya membayar hadyu, jika mampu dari unta, jika tidak, dari sapi, dan jika tidak, dari domba.
Abu Ja'far berkata: Pendapat yang paling tepat adalah yang mengatakan bahwa فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ maksudnya adalah domba, karena yang diperintahkan Allah adalah hadyu yang mudah didapat, dan ini mencakup semua yang mudah didapat oleh orang yang hendak membayarnya, kecuali jika Allah mengkhususkan binatang tertentu, maka tidak diterima dari yang lainnya.
Jika ada yang mengatakan bahwa orang yang enggan membayarkan domba karena menurutnya ia tidak pantas untuk menjadi hadyu, sebagaimana tidak pantas dan tidak sah jika ia membayarkan ayam atau telur.
Jawabnya: jika ayam dan telur diperselisihkan tentang keabsahannya untuk menjadi hadyu niscaya orang yang membayarkannya pun dianggap cukup karena ia mengikuti zhahir ayat. Namun, ketika orang yang membayar hadyu membayarkan domba, kambing kacang, unta, sapi dan seterusnya dianggap telah membayarkan apa yang diwajibkan Allah atasnya dengan dalil qath'i dari Rasulullah SAW, maka diketahuilah bahwa ayam dan telur tidak termasuk dalam ayat ini, meskipun ia mudah didapat.
Penakwilan firman Allah : وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ (Dan janganlah kalian mencukur kepala kalian sebelum korban sampai ke tempat penyembelihannya)
Abu Ja'far berkata: maknanya; Jika kalian tertahan lalu kalian ingin bertahallul maka hendaknya kalian membayar hadyu, dan jangan bertahallul sebelum hadyu kalian sampai ke tempat penyembelihannya, karena mencukur rambut berarti tahallul dari ihram. Misalnya Allah melarang tahallul dari ihram dengan mencukurnya sebelum hadyunya sampai ke tempat penyembelihannya.
Dari Yaqub bin Ibrahim menceritakan kepada saya, ia berkata: Yahya bin Sa'id Al Qaththan menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Al Mubarak menceritakan kepada kami, ia berkata: Ma'mar memberitahukan kepada kami dari Zuhri dari Urwah dari Masur bin Makhramah dan Marwan bin Al Hakam, keduanya berkata: ketika Rasulullah SAW menulis dengan orang-orang kafir Quraisy, yaitu di Hudaibiyah pada tahun Hudaibiyah, ia bersabda kepada para sahabat: "Bangkitlah dan sembelihlah hadyu serta bercukurlah".
Ia berkata: Demi Allah, tidak ada seorangpun yang bangkit hingga beliau kembali mengatakan itu tiga kali. Dan ketika tidak ada seorangpun yang bangkit dari mereka, maka dia bangkit dan masuk ke tempat Ummu Salamah, lalu menceritakan hal itu kepadanya, maka Ummu Salamah berkata: Wahai Nabiyullah, keluarlah dan janganlah mengajak bicara dengan seseorangpun hingga engkau menyembelih kurbanmu dan memanggil tukang cukurmu lalu bercukur! Maka bangkitlah dia lalu keluar dan tidak mengajak bicara seseorangpun hingga melakukan hal itu. Maka ketika para sahabat melihat hal itu, mereka pun bangkit semuanya dan menyembelih kurban, dan sebagian mereka mengukur sebagian yang lain hingga hampir saja mereka membunuh sebagian yang lain karena tidak sadar.
Penakwilan firman Allah : فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِّن رَّأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكِ (Jika diantara kalian yang sakit atau ada gangguan di (lalu ia bercukur), maka wajiblah diatas fidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban)
Abu Ja'far berkata: Maknanya; jika kalian tertahan maka sebaiknyalah membayar hadyu, dan janganlah kalian mencukur rambut sebelum hadyu kalian sampai di tempat penyembelihan, kecuali jika terpaksa harus mencukurnya karena sakit atau gangguan kutu di kepala, meskipun hadyu belum sampai di tempat penyembelihan, ia diperbolehkan mencukur rambut, dengan syarat harus membayar fidyah berupa puasa, sedekah, atau menyembelih binatang.
DariUbaid bin Isma'il Al Hibari menceritakan padaku, ia berkata: Abdullah bin Numair menceritakan kepada kami dari A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, ia berkata: Jika seseorang berihram haji lalu tertahan ia harus mengirimkan domba sebagai hadyu, dan jika ia telah terlebih dahulu mencukur rambutnya sebelum hadyunya sampai di tempat penyembelihan, memakai wangi-wangian, atau berobat, maka ia harus membayar fidyah berupa puasa atau sedekah atau menyembelih binatang. Ibrahim mengatakan: Lalu hal itu aku ceritakan kepada Sa'id bin Jubair, ia pun berkomentar, "Ibnu Abbas juga mengatakan demikian."
Penakwilan Firman Allah : فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ( maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat )
Abu Ja'far berkata: maknanya; jika kalian tertahan wahai orang-orang yang beriman maka bayarlah hadyu, dan jika kalian telah merasa aman dari musuh atau dari kematian karena sakit yang menimpa kalian, lalu kalian mengerjakan haji tamattu' maka kalian harus membayar hadyu.
Kemudian para ulama berselisih pendapat tentang tamattu' yang dimaksudkan Allah dalam ayat ini. Sebagian mereka mengatakan: yaitu berihram haji lalu tertahan musuh atau sakit atau halangan lain hingga tertinggal haji, lalu tiba di Mekkah maka ia keluar dari ihramnya dengan mengerjakan umroh, kemudian tahallul dan bertamattu sampai tahun berikutnya, kemudian berhaji dan membayar hadyu. Demikian seperti dijelaskan dalam riwayat berikut:
Dari Imran bin Musa Al Basri menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdul Warits bin Sa'id menceritakan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Suwaid menceritakan kepada kami, ia berkata: aku mendengar Ibnu Jubair berkhutbah seraya mengatakan: wahai manusia sekalian, demi Allah bukanlah tamattu seperti yang kalian lakukan, akan tetapi tamattu' yaitu seseorang berihram haji lalu menahan musuh atau sakit atau patah atau halangan yang lain, hingga waktu haji selesai lalu ia tiba di Mekkah dan menjadikannya sebagai umrah, lalu bertamattu' dengan tahallulnya sampai tahun depan, kemudian berhaji dan membayar hadyu, inilah yang dimaksud tamattu”.
Penakwilan firman Allah : فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجّ (Tetapi jika ia tidak menemukan [binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji)
Abu Ja'far berkata: maknanya, bahwa hadyu yang diperintahkan kepada orang yang tamattu' agar membayarnya merupakan balasan atas tamattu' yang dilakukannya, namun jika tidak menemukan hadyu maka hendaknya berpuasa tiga hari dalam haji dan tujuh hari setelah pulang kembali ke keluarganya.
Kemudian para mufassir berselisih pendapat tentang puasa tiga hari yang diwajibkan dalam haji. Sebagian mereka mengatakan: yaitu tiga hari dari hajinya, hari apa saja yang ia sukai, selama hari yang terakhir tidak melewati hari Arafah. Demikian seperti dijelaskan dalam riwayat berikut:
Dari Al Husain bin Muhammad Adz-Dzari' menceritakan kepadaku: Hamid bin Al Aswad menceritakan kepada kami, ia berkata: Ja'far bin Muhammad menceritakan kepada kami dari bapaknya, dari Ali: فَمَن لَّمْ يَجِدٌ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجَ ia berkata: sehari sebelum tarwiyah, hari tarwiyah dan hari Arafah.
Abu Ja'far berkata: Alasan orang yang berpendapat bahwa batas terakhir bagi orang yang berpuasa adalah hari Arafah, karena Allah mewajibkan puasa tersebut pada bulan haji. Mereka berkata: Jika hari Arafah telah selesai, maka selesailah waktu haji, karena hari kurban adalah hari tahallul dari ihram. Mereka berkata: Seluruh ulama sepakat bahwa tidak diperbolehkannya dia berpuasa pada hari raya kurban. Mereka berkata: jika mereka sepakat bahwa ia tidak diperbolehkan berpuasa pada hari kurban karena tidak termasuk hari-hari haji, apalagi hari-hari tasyriq yang sesudahnya. Karena hari-hari haji jika telah berlalu maka ia tidak kembali kecuali setelah tahun berikutnya. Atau, kesepakatan mereka bahwa tidak dibolehkan berpuasa pada hari raya karena itu adalah hari raya, maka hari-hari tasyriq yang sesudahnya juga hukumnya sama yaitu hari raya, dimana Rasulullah SAW melarang berpuasa yang dimaksud adalah guru berpuasa pada hari raya. Mereka berkata: Jika hari Arafah telah berlalu maka tidak ada jalan lain kecuali harus membayar hadyu.
Penakwilan firman Allah : وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ (dan tujuh hari lagi[ apabila kalian telah pulang kembali)
Abu Ja'far berkata: Maknanya; barangsiapa tidak menemukan hadyu maka ia harus berpuasa tiga hari dalam haji dan tujuh hari setelah kembali ke keluarga dan tanah airnya. Jika ada yang berkata: Adakah puasa tujuh hari tersebut harus dilakukan setelah kembali ke keluarga dan tanah airnya?
Jawabnya: “Ya, sesungguhnya Allah telah menjamin bagi yang melakukan haji tamattu' dan tidak menemukan hadyu untuk berpuasa selama sepuluh hari. Namun Allah Maha Pengasih kepada hamba-Nya, Dia memberikan kemudahan dalam hal itu, sebagaimana memberikan kemudahan kepada orang musafir dan orang sakit dalam bulan Ramadhan untuk berbuka dan menggantinya pada hari yang lain. Jika orang yang mengambil tamattu' mampu melakukan puasa selama tujuh hari tersebut dalam perjalanannya sebelum kembali ke tanah airnya atau melakukannya ketika masih di Mekkah, maka hal itu sah dan dianggap telah menunaikan kewajibannya, seperti halnya orang musafir dan orang sakit yang tetap memilih berpuasa dalam kondisinya.
Penakwilan firman Allah : تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ (Itulah sepuluh hari[ yang sempurna)
Abu Ja'far berkata: Para mufassir berselisih pendapat dalam penawilan ayat ini. Kebanyakan mereka mengatakan: puasa tiga hari dalam haji dan tujuh
Sumber : Tafsir At Thabari bag 3 hal 249 sd 358

Comments
Post a Comment