Shoffa dan Marwa merupakan Syiar Haji ( Al Baqarah 158)




Sumber gambar : Chat GPT

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ ۖ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا ۚ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ

Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui. ( Al Baqarah 158)

Firman Allah إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ  artinya 2 gunung yang bernama Shafa dan Marwa, terletak di daerah Haram, bukan kerikil kecil atau bukit, karena itu dimasukkan kata alif dan laam agar manusia ini tahu bahwa maksudnya 2 gunung yang bernama Shafa dan Marwa.

Adapun firman Allah مِن شَعَابِرِ اللهِ artinya dari tanda-tanda Allah yang dipakai sebagai petunjuk arah dan symbol dan di sisinya dgunakan sebagai tempat beribadah, adakalanya dengan berdoa, berdzikir atau menjalankan amalan fardlu. Dari makna inilah kata Al Kamits  diambil:

نُقَتِّلُهُمْ جيلاً فَجِيلاً تراهم #شَعَائِرَ قَربانِ بهم يُتَقَرَّبُ

Tentang tanda-tanda ini, Mujahid menyebutkan beberapa riwayat:

Dari Muhammad bin Amr menceritakan kepadaku, katanya: Abu Ashim menceritakan kepada kami, dari Isa, dari Ibnu Abi Najih, dari Mujahid, firman Allah إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَابِرِ اللَّهِ katanya: dari berita yang sudah Aku kabarkan kepada kalian.

Dari Al Mutsanna menceritakan kepada saya, katanya: Abu Hudzaifah menceritakan kepada kami, katanya: Syibil menceritakan kepada kami, dari Ibnu Abi Najih, dari Mujahid dengan riwayat yang sama.

Seakan-akan Mujahid berpendapat kata الشعائر bentuk jamak dari الشعيرة yakni pemberitahuan Allah kepada Hamba-Nya tentang Shafa, Marwa dan thawaf, artinya sebuah pemberitahuan; penakwilan ini jauh dari makna sebenarnya.

Allah telah memberitahukan dengan firman-Nya إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَابِرِ اللَّهِ kepada para hamba-Nya yang mukmin bahwa sa'i antara Shafa dan Marwa termasuk tuntunan Ibadah Haji yang dibuat untuk mereka, Allah memerintahkan ibadah haji kepada Nabi-Nya Ibrahim AS; karena Ibrahim memohon agar diperlihatkan tata cara ibadah haji. Itupun jika bermakna 'pemberitahuan', dan itu juga yang dimaksud oleh perintah Allah, sebab Allah memerintahkan Nabi-Nya Muhammad agar mengikuti agama Ibrahim AS, lalu Allah berfirman: ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلْةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا dan menjadikan Ibrahim sebagai imam serta panutan bagi orang-orang setelahnya. 

Dan benar, jika thawaf, dan sa'i antara bukit Shafa dan Marwa termasuk bagian dari tara aturan ibadah haji dan syiar Allah. Maka pantaslah jika Ibrahim telah melaksanakan ibadah haji dan menjadi syariat bagi orang-orang setelahnya. Nabi Muhammad juga memerintahkan kepada umatnya untuk mengikuti Ibrahim, dan mereka wajib menjalankannya.

Penakwilan firman Allah: فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ (Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah)

Abu Ja'far berkata: firman Allah فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ artinya barangsiapa mendatangi Ka'bah, pergi ke Baitul Haram setelah ia memulai sesuatu dalam amalan ibadah haji, begitu juga, orang yang seringkali berselisih tentang sesuatu hal, maka ia disebut حاج (orang yang berdebat); seperti ucapan seorang penyair:

 وَأَشْهَدُ مِنْ عَوْفٍ حُلُوْلاً كَثِيرَةً #يَحُبُّوْنَ سَبَّ الزِبْرِقَانِ الْمَزَعْفَرَا

Kata يحجون berarti melakukan sesuatu berulang-ulang, dinamakan haji karena datang ke Baitul Haram, sebelum pergi ke Arafah, lalu kembali ke Baitul Haram untuk melakukan thawaf di Hari Raya Kurban setelah wukuf di Arafah, dan kembali ke Mina, kembali ke Masjidil Haram untuk berthawaf, maka pengulangan itu disebut haji. Dan dinamakan umrah karena jika sudah berthawaf, ia akan kembali setelah berthawaf sekali. Inilah arti firman Allah أَوِ اعْتَمَرَ atau mengunjungi Baitul Haram, jadi orang yang berumrah berarti orang yang berziarah; orang yang menuju ke arah tertentu tertentu di sebut mu 'tamir, seperti ucapan Al 'Ajjaj :

 لَقَدْ سَمَى ابْنُ مُعَمَّرٍ حِيْنَ اعْتَمَرَ #مَغْزَى بَعِيدًا مِنْ بَعِيدٍ وَضَبَر

Kata حين اعتمر artinya ketika ia mengunjungi suatu tempat.

Penakwilan firman Allah: فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوِّفَ بِهِمَا  (Maka tidak ada dosa ia melakukan sa'i antara keduanya)

Abu Ja'far berkata: firman Allah فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوْفَ بِهِمَا artinya, tidak berdosa melakukan thawaf di Shafa dan Marwa.

Jika seseorang berkata, apa maksud ayat ini, anda mengatakan bahwa firman Allah فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطُوْفَ بِهِمَا walau dzahir ayat menunjukkan khabar (berita), namun bermakna perintah melakukan thawaf di kedua tempat itu? 

Bagaimana bisa menjadi perintah thawaf; kemudian katanya: tidak berdosa bagi orang yang mengerjakan haji atau umrah berthawaf di Shafa dan Marwah, dan berdosa orang yang melakukan perbuatan dosa dan perintah berthawaf di Shafa dan Marwa? Rekomendasi (izin) berthawaf di Shafa dan Marwa tidak boleh jika dalam satu keadaan?. Jawabnya, pernyataan itu berbeda dengan pendapat kami, makna sebenarnya bahwa tatkala Nabi SAW mengerjakan umrah qadha', khawatir terhadap orang-orang yang berthawaf di Shafa dan Marwa di masa Jahiliyah untuk mengagungkan 2 berhala mereka, lalu mereka berkata: bagaimana kita berthawaf di Shafa dan Marwa, dan kita tahu bahwa mengagungkan berhala dan penyembahan kepada selain Allah termasuk syirik? 

Dengan berthawaf di kedua gunung batu adalah dosa karena thawaf di Shafa dan Marwa di masa Jahiliyah bertujuan mengungkan dan menyembah berhala, islam telah datang, tidak boleh ada alasan lain dan berdosa mengagungkan sesuatu selain Allah, yakni menyembah selain-Nya.

Lalu Allah menurunkan ayat إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَابِرِ اللَّهِ artinya berthawaf di Shafa dan Marwa; sudah cukup mewakili dengan hanya menyebut Shafa dan Marwa, walaupun tidak mencantumkan kata thawaf pada ayat di atas. Apabila sudah dipahami dengan baik, arti ayat tersebut: termasuk syiar Allah yang diberitahukan kepada para hamba-Nya yang menyembah Allah, adalah dengan berthawaf di Shafa dan Marwa sambil berdzikir kepada Allah, Tuhan yang patut diingat. 

Barangsiapa mengerjakan haji atau umrah maka tidak perlu thawaf di Shafa dan Marwa, karena orang-orang di masa Jahiliyah berthawaf di Shafa dan Marwa, demi mengagungkan kedua berhala mereka; orang-orang musyrik berthawaf di Shafa dan Marwa karena kekufuran mereka dan kalian berthawaf di kedua tempat itu karena iman dan membenarkan Rasul-Ku serta mentaati perintah-Ku, maka tidak berdosa berthawaf di Shafa dan Marwa. Kata الجناح berarti dosa. serupa dalam riwayat berikut:

Dari Musa bin Harun menceritakan kepadaku, katanya: Amr menceritakan kepada kami, katanya: Asbath menceritakan kepada kami, dari As-Suddi, firman Allah فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا katanya : ia tidak berdosa dan akan diberi pahala.

Penjelasan di atas merupakan pendapat salafus shalih dari para sahabat dan tabi'in yang diambil dari beberapa riwayat.

Riwayat-riwayat berikut juga menjelaskan hal di atas:

Dari Muhammad bin Abdul Malik bin Abi Syawarib menceritakan kepada kami, katanya: Yazid bin Zurai' menceritakan kepada kami, katanya: Daud menceritakan kepada kami, dari Sya'bi, katanya: Patung yang berada di atas bukit Shafa di masa jahilyah disebut Isafa dan patung yang berada di atas Marwa disebut Nailah; jika orang-orang jahiliyah berthawaf di Baitul Haram, mereka mengusap-usap patung berhala tersebut, tatkala Islam datang dan menghancurkan seluruh berhala di sekitar Ka'bah, kaum muslimin berkata: Shafa dan Marwa dithawafi karena alasan keberhalaan, bukan karena syiar agama; kata Sya'bi, lalu Allah menurunkan ayat:  فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطْوَّفَ بِهِمَا

Dari Muhammad bin Al Mutsanna menceritakan kepada kami, katanya: Abdul Wahab menceritakan kepada kami, katanya: Daud menceritakan kepada kami, dari Amir, katanya: Patung berhala yang berada di atas bukit Shafa bernama Isafa, sedangkan berhala yang berada di atas bukit Marwa bernama Nailah. 

Kemudian menyebut hadits yang sama dengan yang diriwayatkan Ibnu Abi Syawarib dan menambahkan kata-kata, katanya: Shafa dijadikan mudzakkar karena berhala yang di atas bukit itu laki-laki, dan Marwa dimuannatskan karena berhala yang berada di atas bukit itu wanita .

Dari Yaqub bin Ibrahim menceritakan padaku, katanya: Ibnu Aliyah menceritakan kepada kami, dari Daud bin Abi Hindi, dari Sya'bi, dan menyebutkan seperti hadits yang diriwayatkan Ibnu Abi Syawarib, dari Yazid serta menambahkan kata-kata, katanya: lalu Allah menjadikannya, karena ingin mencari kebaikan .

Dari Yaqub menceritakan padaku, katanya: Ibnu Abi Zaidah menceritakan kepada kami, katanya: 'Ashin Al Akhwal memberitahukan kepada kami, katanya: Aku berkata kepada Anas bin Malik: Apakah kalian membenci thawaf antara Shafa dan Marwa sampai turun ayat ini?, mereka menjawab:" Ya, kami membenci thawaf antara Shafa dan Marwa, karena itu merupakan syiar jahiliyah sampai turun ayat ini:  إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَابِرِ اللَّهِ

Dari Ali bin Sahl Ar-Ramli menceritakan kepadaku, katanya: Muammil bin Isma'il menceritakan kepada kami, katanya: Sufyan menceritakan kepada kami, dari 'Ashim, katanya: Aku bertanya kepada Anas tentang Shafa dan Marwa, dan katanya: keduanya termasuk dari peribadatan orang-orang Jahiliyah, tatkala Islam datang mereka memberhentikannya dan turunlah ayat : 

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَابِرِ اللَّهِ 

Dari Abdul Warits bin Abdul Shamat bin Abdul Warits menceritakan kepadaku, katanya: Husain Al Mu'allim menceritakan kepadaku, katanya: Syaiban, Abu Mu'awiyah menceritakan kepada kami, dari Ja'far Al Ju'fi, dari Amr bin Habsyi, 

katanya: Aku bertanya kepada Ibnu Umar tentang  firman Allah 

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَابِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا  جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطْوَّفَ بِهِمَا 

katanya: pergilah kamu ke Ibnu Abbas, dan tanyakan dia? Dia termasuk sahabat yang paling tahu tentang ayat-ayat yang diturunkan kepada beliau, lalu aku mendatanginya dan bertanya kepadanya, dia pun menjawab: 

Konon di atas kedua bukit itu terdapat patung, tatkala diharamkan, mereka berhenti melakukan thawaf di Shafa 

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَابِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ  الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا

Dari  Al Mutsanna menceritakan kepadaku, katanya: Abdullah bin Shalih menceritakan kepada kami, katanya: Mu'awiyah bin Shalih menceritakan kepadaku, dari Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas, firman Allah  : إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَابِرِ اللَّهِ  orang-orang kala itu merasa berdosa melakukan thawaf di Shafa dan Marwa, lalu Allah memberitahukan kalau kedua tempat itu adalah tempat ibadah kepada Allah, Thawaf di antara keduanya sangat disukai Allah, syariat mengerjakan thawaf di antara keduanya sudah ada sebelumnya. 

Dari Musa menceritakan kepadaku, katanya: Amr menceritakan kepada kami, katanya: Asbath menceritakan kepada kami, dari As-Suddi, firman Allah  

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَابِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطْوَّفَ بِهِمَا 

katanya: Abu Malik dari Ibnu Abbas, ia beranggapan bahwa di masa Jahiliyah banyak setan bergentayangan di malam hari, berkumpul diantara bukit Shafa dan Marwa, diantara kedua bukit itu terdapat tuhan-tuhan; tatkala Islam datang dan berkembang pesat, orang-orang muslim berkata: Wahai Rasulullah, kami tidak mau berthawaf di Shafa dan Marwa, sebab itu syirik yang dulu kita lakukan di masa  Jahiliyah, lalu turun ayat

فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوفَ بِهِمَا 

Dari Yaqub bin Ibrahim menceritakan kepadaku, katanya: Ibnu Aliyah menceritakan kepada kami, dari Ibnu Abi Najih, dari Mujahid, tentang firman Allah إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَابِرِ اللَّهِ katanya: Kaum Anshar berkata: sesungguhnya sa'i antara kedua bukit batu itu termasuk bagian dari peribadatan masa Jahiliyah, lalu turun ayat إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن  شَعَائِرِ اللَّهِ

Dari  Muhammad bin Amr menceritakan kepada saya, katanya: Abu Ashim menceritakan kepada kami, katanya: Isa menceritakan kepada kami, dari Ibnu Abi Najih, dari Mujahid dengan riwayat yang sama. 

Dari Yunus menceritakan padaku, katanya: Ibnu Wahb memberitahukan kepada kami, katanya: Ibnu Zaid berkata tentang firman Allah فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطْوَّفَ بِهِمَا katanya: orang-orang Jahiliyah telah membuat berhala di masing-masing bukit dan mengagungkannya; tatkala orang-orang muslim memeluk Islam, mereka membenci thawaf di antara Shafa dan Marwa, karena telah menjadi tempat 2 berhala itu, lalu Allah berfirman 

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَابِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجٌ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطْوَّفَ بِهِمَا

dan membaca ayat

ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى ٱلْقُلُوبِ

akhirnya Rasulullah mensyariatkan thawaf di antara Shafa dan Marwa.

Abu Ja'far mengatakan: pendapat yang tepat menurut kami: Allah telah menjadikan thawaf antara Shafa dan Marwa bagian dari syiar (ritual ibadah) kepada Allah, sebagaimana thawaf di Baitullah. Adapun firman Allah فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطْوَّفَ بِهِمَا bisa juga sebagai alasan bagi kedua kelompok yang sebagian mereka merasa khawatir jika thawaf itu akan diartikan penyembahan terhadap kedua berhala itu seperti disebutkan dalam riwayat Asy-Sya'bi, sebagian lain tidak suka mengerjakan thawaf karena itu ritual yang pernah dikerjakan di masa Jahiliyah dulu seperti riwayat dari 'Aisyah. Dari kedua hal tersebut, ayat فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطْوَّفَ بِهِمَا tidak cukup dijadikan dalil bahwa berdosa melakukan thawaf antara Shafa dan Marwa, hanya karena thawaf itu tidak diperbolehkan sebab peringatan Allah, selanjutnya thawaf menurut kalangan ulama dijadikan sebagai rukhsah (keringanan hukum), atas dasar di satu saat Allah mengatakan tidak dikhawatirkan untuk berthawaf, lalu dirukhshah oleh Allah dengan firman-Nya 

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَابِرِ اللَّهِ

Sebenarnya perbedaan di kalangan ulama itu, sebagai berikut: Sebagian berpendapat, oarang yang meninggalkan thawaf berarti meninggalkan salah satu kewajiban haji dan yang diberi pahala hanya apa yang telah dikerjakan di waktu haj itu saja, sebagai orang yang meninggalkan thawaf, yakni thawaf ifadhah, yang diganjar hanya apa yang telah dikerjakan saja. Mereka mengatakan, kedua thawaf itu perintah Allah, salah satunya di di Baitullah dan yang lain, diantara Shafa dan Marwa.

Sebagian orang lain berpendapat, orang yang meninggalkan thawaf wajib membayar fidyah, mereka berkata, Hukum thawaf itu seperti hukum melempar jumrah, wuquf di Arafah, thawaf qudum, dan ritual lain yang jika ditinggalkan, maka wajib membayar fidyah dan tidak diwajibkan kembali ke Makkah untuk mengerjakan ritual yang telah ditinggalkan.

Sebagian juga berpendapat, thawaf itu hukumnya sunah, jika dilakukan berarti ia mendapat balasan pahala dan jika ditinggalkan, ia tetap tidak berdosa.

Salah seorang ulama mengatakan, sa'i antara Shafa dan Marwah hukumnya wajib dan ia tidak wajib membayar fidyah, jika ia meninggalkan thawaf maka ia wajib kembali ke Makkah untuk mengerjakan thawaf.

Penakwilan firman Allah: وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرُ عَلِيمٌ  (Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui)


Abu Ja'far mengatakan: Para Quura' berselisih pendapat tentang bacaan ayat di atas. Qurra' ahli Madinah dan basrah membaca وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا dengan fi'il madli berdhamir Taa'dan 'ain difathah, sedangkan Qurra' ahli Kufah membaca وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا dengan mengandengn huruf ya', 'ain dijazm dan tha' ditasdid, yakni وَمَن تطوّع . Abdullah membaca ayat tersebut ومن يتطوع . 

Seluruh Qura' Kufah membaca demikian kecuali Abdullah yang sepakat dengan bacaan Qurra' Madinah, mereka mentasydid Tha`karena menggabungkan huruf Taa' ke Tha`. Kedua bacaan itu benar dan ma'ruf, sesuai maknanya dan tidak bertentangan; karena fi 'il madhi dengan huruf jaza' (fa') bermakna mustaqbal, dengan bacaan apapun dari kedua bacaan itu, maka bacaan tersebut benar.

Pendapat yang tepat menurut kami, artinya: barangsiapa mengerjakan suatu amalan haji dan umrah setelah ia menunaikan hajinya yang wajib; Allah akan sangat mensyukurinya karena amalan sunah yang ia kerjakan demi mencari ridha Allah dan akan diberi balasan pahala, Maha Mengetahui maksud dan tujuan amalan sunahnya itu.

Pendapat yang tepat dalam mengartikan firman Allah وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا adalah yang telah kami jelaskan, salah orang yang beranggapan bahwa makna ayat itu: barangsiapa mengerjakan suatu amalan tertentu berupa sa'i dan thawaf diantara Shafa dan Marwa, karena sa'i bukan amalan sunah kecuali dalam ibadah haji sunah atau umrah sunah seperti penjelasan sebelumnya, sebab maklum bahwa yang dimaksud sunah itu sunah mengerjakan amalan dalam ibadah haji dan umrah.

Adapun orang yang beranggapan bahwa thawaf antara Shafa dan Marwah itu sunah tidak wajib, maka penakwilan yang benar: barangsiapa yang mengerjakan amalan sunah dengan berthawaf antara Shafa dan Marwah maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri karena menurut mereka, orang yang haji atau umrah ia boleh melakukan thawaf bila ia mau dan meninggalkan thawaf; jadi makna ayat sesuai pendapat mereka: barangsiapa mengerjakan amalan sunnah dengan berthawaf antara Shafa dan Marwah maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri amalan sunah itu, Maha Mengetahui niat orang yang berthawaf, sebagaimana dalam riwayat berikut ini:

Dari Muhammad bin Amr menceritakan kepadaku, katanya: Abu Ashim menceritakan kepada kami, katanya: Isa menceritakan kepada kami, dari Ibnu Abi Najih, dari Mujahid, firman Allah وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ katanya: barangsiapa mengerjakan suatu amalan demi mencari kebaikan, maka itu lebih baik bagi dirinya; dan amalan Rasulullah itu termasuk sunah .

Ulama lain berpendapat, makna ayat tersebut: barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan demi mencari kebaikan maka hendaknya ia mengerjakan umrah. ulama yang berpendapat demikian menyebutkan:

Dari  Yunus menceritakan padaku, katanya: Ibnu Wahb memberitahukan kepada kami, katanya: Ibnu Zaid berkata tentang firman Allah وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرُ عَلِيمٌ yakni barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan demi mencari kebaikan maka hendaknya ia mengerjakan umrah, sesungguhnya Allah Maha mensyukuri kebaikan dan maha mengetahui. Katanya, haji itu wajib sedangkan umrah sunah; tidak diwajibkan bagi seseorang untuk mengerjakan umrah.

Sumber : Tafsir At Thabari 681 sd 699

Comments