وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَىٰ عَذَابِ النَّارِ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali". ( Al Baqarah 126)
Penakwilan firman Allah : وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا (Dan [ingatlah], ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa)
Abu Ja'far berkata: Maksud firman Allah
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِمُ رَبِّ أَجْعَلْ هَذَا بَلَدًا وَامِنًا
adalah “dan ingatlah kalian semua, tatkala Nabi Ibrahim AS berucap, Ya Tuhanku! Jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa." Arti firman Allah امِنًا adalah rasa aman dari kelaliman penguasa dan lainnya, dari siksa dan hukuman Allah, sebagaimana yang terjadi pada sebagian umat di negeri-negeri lain, seperti kelaparan, cerai berai akibat keributan, kebanjiran, dan bencana-bencana lainnya yang merupakan bentuk kutukan Allah yang menimpa sebagian negeri-negeri itu, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat-riwayat berikut ini:
Dari Bisyr bin Mu'adz menceritakan kepada kami, katanya: Yazid menceritakan kepada kami, katanya: Sa'id menceritakan kepada kami, dari Qatadah, katanya: Disebutkan kepada kami, bahwa Haram adalah haram (penghormatan) di hadapan 'Arsy. Dan disebutkan kepada kami bahwa Baitullah diturunkan bersamaan dengan diturunkannya Nabi Adam AS, Allah berfirman kepada Adam: Aku turunkan Baitullah bersamamu, berkelilingilah (berthawaflah) di sekitar Bait-Ku sebagaimana 'Arsy-Ku diputari Malaikat-Ku!
Lalu Adam pun melakukan thawaf di sekitar Baitullah dan orang-orang mukmin setelahnya, hingga tatkala terjadi bencana angin topan yang menimpa kaum Nabi Nuh AS, Baitullah itu diangkat dari permukaan bumi dan disucikan, dan kutukan penduduk bumi tidak sampai mengenai Baitullah, kemudian Nabi Ibrahim AS mengikuti jejak Adam AS atas dasar-dasar ajaran sebelumnya³.
Jika seseorang bertanya: Atau mungkin tanah Haram itu tidak memberi aman, rasa aman itu muncul setelah Nabi Ibrahim AS memohonkan rasa aman kepada Allah bagi tanah Haram?, pertanyaan ini bisa dijawab, para ulama berbeda pendapat dalam hal ini, sebagian mengatakan: Tanah Haram senantiasa aman dari kutukan Allah dan kelaliman para penguasa bumi semenjak bumi dan langit itu diciptakan. Mereka menggunakan alasan-alasan berikut ini:
Dari Abu Kuraib menceritakan kepada kami, katanya: Yunus bin Bakir menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Ishaq, katanya: Sa'id bin Abi Sa'id Al Maqburi menceritakan padaku, katanya: Aku mendengar Abu Syuraih Al Khuza'i berkata: Tatkala Makkah ditaklukkan, Khaza'ah telah membunuh salah seorang dari suku Hudzail, lalu Nabi SAW berdiri seraya bersabda:
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah telah memuliakan (mensucikan) kota Makkah ini pada saat penciptaan langit dan bumi. Ia (Mekkah) tetap suci dengan ketentuan Allah hingga hari Kiamat kelak, tidak dihalalkan bagi seorangpun yang beriman kepada Allah dan hari Akhir untuk melakukan pertumpahan darah di dalamnya, dan tidak boleh memotong batang pohon di dalamnya.
Ingatlah, sesungguhnya ia tidak dihalalkan untuk seorangpun sepeninggalku dan tidak pula dihalalkan bagiku, kecuali saat ini saja karena kemarahan penduduknya terhadapku.
Ingatlah! Hari ini Makkah kembali dimuliakan seperti dulu.
Ingatlah! Hendaknya yang hadir diantara kalian memberitahukan kepada yang tidak hadir. Barangsiapa mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah menumpahkan darah di kota Makkah, maka hendaknya kalian menjawab: Allah SWT telah mengizinkan untuk beliau dan tidak mengijinkannya kepada kalian.
2019. Abu Kuraib menceritakan kepada kami, katanya: Abdurrahim bin Sulaiman menceritakan kepada kami, katanya: Ibnu Humaid dan Ibnu Waqi' menceritakan kepada kami, katanya: Jarir menceritakan kepada kami keseluruhan hadits, dari Yazid bin Abi Ziyad, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda mengenai Makkah di saat penaklukan kota Makkah:
“Inilah Haram, tanah yang dimuliakan oleh Allah sejak penciptaan langit dan bumi, matahari dan bulan, dan meletakkan dua bukit ini (di sekitarnya), ia tidak dihalalkan bagi seorang pun sebelumku, dan tidak dihalalkan bagi seorang pun sepeninggalku, hanya saja dihalalkan setiap waktu saja dari waktu siang ini.”
Mereka berkata: Makkah, semenjak diciptakan telah menjadi tanah Haram, kota itu aman dari kutukan Allah dan kelaliman para penguasa.
Mereka berkata, “Diberitahukan tentang keshahihan riwayat tersebut, dari Rasulullah SAW seperti yang kami sebutkan.”
Mereka berkata, Nabi Ibrahim AS tidak memohon kepada Tuhannya agar diberi rasa aman dari kutukan-Nya dan kelaliman para penguasa, tetapi memohon agar penduduknya diberi keselamatan dari musim paceklik dan kemarau panjang, memberikan rejeki tetumbuhan bagi penduduknya, sebagaimana Tuhan memberitakan kepada Ibrahim ketika memohon :
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
Mereka berkata, sesungguhnya Nabi Ibrahim AS memohon kepada Tuhannya, karena Tanah haram akan dihuni oleh anak cucunya, tanah yang tidak ditumbuhi tanaman dan susu binatang pun jarang, lalu dia memohon kepada Tuhannya agar tidak membinasakan mereka dengan kelaparan dan kehausan, serta meminta agar memberikan rasa aman terhadap mereka dari kutukan yang sudah diperingatkan Tuhan.
Mereka berkata, bagaimana akan diperkenankan bagi Ibrahim AS untuk memohon diharamkan tanah haram, dan diberikan rasa aman dari kutukan Tuhan dan kelaliman para penguasa, padahal ia telah berdoa agar mensucikan tanah Haram, ia jadikan tempat tinggal beserta
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ
Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Aku Telah menempatkannya sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati). (Qs. Ibrahim [14]: 37).
Mereka mengatakan, jika Nabi Ibrahim AS yang mensucikan Tanah Haram, atau memohon kepada Tuhannya agar mengharamkannya, maka ia tidak akan berkata:
عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ (Qs. Ibrahim [14]: 37)
ketika pertama kali ia menginjakkan kaki di tanah Haram, tetapi ia mengharamkan bagi orang-orang sebelum dan sesudahnya.
Mereka berkata lagi, tanah Haram itu halal sebelum adanya doa Ibrahim AS seperti negeri-negeri lainnya, akan tetapi ia menjadi haram (suci) dengan pengharaman Ibrahim terhadap tanah Haram, sebagaimana Madinah Rasulullah SAW itu halal sebelum pengharaman Rasulullah sendiri terhadap kota Madinah. Mereka mengatakan, dalil atas pendapat ini adalah:
Dari Ibnu Basysyar menceritakan kepada kami, katanya: Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami, katanya: Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abi Zubair, dari Jabir bin Abdullah, katanya: Rasulullah SAW bersabda,
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ بَيْتَ اللَّهِ وَأَمَّنَهُ، وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِينَةَ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا لَا يُصَادُ صَيْدُهَا وَلَا تُقْطَعُ عِضَاهُهَا
"Sesungguhnya Ibrahim AS (memohon) untuk mensucikan Baitullah dan keamanan untuknya, dan sesungguhnya aku telah (memohon) mensucikan kota Madinah di antara dua batas barat dan timur, binatang buruannya tidak boleh diburu dan ranting pepohonannya tidak boleh dipotong. ""
Dari Abu Kuraib dan Abu As-Sa'ib menceritakan kepada kami, katanya: Ibnu Idris menceritakan kepada kami, katanya: Abu Kuraib memberitahukan kepada kami, katanya: Abdurrahim Ar-Razi menceritakan kepada kami, mereka mengatakan: Kami mendengar Asy'ab dari Nafi' dari Abu Hurairah, katanya: Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya Ibrahim AS adalah hamba Allah dan kekasih-Nya, sedangkan aku adalah hamba Allah dan utusan-Nya, sesungguhnya Ibrahim AS telah mengharamkan (mensucikan) kota Makkah dan aku mengharamkan kota Madinah antara batas barat dan timur, (diharamkan) rerumputan dan hewan buruannya, dilarang membawa senjata untuk berperang, dilarang memotong ranting pepohonan kecuali untuk makanan unta. "
Dari Abu Kuraib menceritakan kepada kami, katanya: Qutaibah bin Sa'id menceritakan kepada kami, katanya: Bakar bin Mudhar menceritakan kepada kami, dari Ibnu Al Hadi, dari Abu Bakar bin Muhammad, dari Abdullah bin Amr bin Utsman, dari Rafi' bin Khudaij, katanya: Rasulullah SAW bersabda,
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ مَكَّةَ، وَإِنِّي حَرَّمْتُ الْمَدِينَةَ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا
“Ibrahim Sesungguhnya AS telah mengharamkan (mensucikan) kota Makkah dan sesungguhnya aku mengharamkan kota Madinah antara barat dan timurnya.”
Dan akhbar-akhbar lainnya banyak diterima oleh para penulis kitab.
Mereka berkata, Allah, melalui Kitab-Nya, memberitahukan bahwa Nabi Ibrahim AS memohon
رَبِّ أَجْعَلْ هَذَا بَلَدًا ءَامِنًا
tidak memberitahukan bahwa Ibrahim memohon rasa aman dari sebagian saja, tidak seorang pun mengakui bahwa rasa aman yang diminta oleh Ibrahim AS itu sebagian saja tanpa yang lain, kecuali jika terdapat dalil yang bisa diterima.
Mereka berkata, “Adapun riwayat Abu Syuraih dan Ibnu Abbas, kedua riwayat tersebut tidak didukung oleh hujjah yang kuat, hingga dapat diterima.
Abu Ja'far mengatakan: Pendapat yang benar, menurut kami bahwa
Allah menjadikan kota Makkah sebagai Tanah Haram (suci) sejak Allah menciptakannya. serupa Nabi SAW menceritakan bahwa Allah memuliakan kota Makkah ketika menciptakan langit dan bumi tanpa melalui salah seorang dari para Nabi dan Rasul-Nya, tetapi larangan terhadap orang yang berniat jahat, menghindarkan dari segala bencana dan murka, bagi penduduknya segala yang dihalalkan dan bagi bukan penduduk Makkah adalah bencana.
Hal ini terus berlangsung sampai Allah menempatkan Nabi Ibrahim AS, kekasih-Nya, di kota Makkah, bersama istri Hajar dan anak Nabi Isma'il AS; kala itu Ibrahim memohon kepada Tuhannya agar menciptakan suatu kewajiban pengharaman kota Makkah terhadap para hamba-Nya melalui lisannya, supaya menjadi syariat bagi umat manusia setelahnya, dan menjalankan ajaran itu di kota Makkah, karena Tuhan telah menjadi sang kekasih (khalil), serta memberitahukan bahwa Allah akan menjadikannya sebagai seorang imam (pemimpin, panutan) yang akan diikuti, lalu Tuhannya pun mengabulkan permohonannya, dan kala itu juga menitahkan wajibnya ke-haraman-an Makkah melalui lisan Ibrahim AS sendiri. Akhirnya, Makkah menjadi tanah Haram setelah ia dilarang dengan larangan Allah tanpa menitahkan wajibnya larangan tanah Haram atas seluruh hamba-Nya, (setelah) ia dilarang dengan pembelaan Allah tanpa ada larangan tanah Haram melalui lisan para nabi sebelumnya, seperti titah larangan melalui lisan Ibrahim AS, dan wajib bagi seluruh makhluk larangan penghalalan kota Makkah, serta (larangan) penghalalan berburu hewan buruan dan memotong rerumputan, dengan kewajiban larangan itu berdasarkan risalah Allah kepada mereka oleh Nabi Ibrahim AS. Oleh karena itu, pengharaman itu disandarkan pada Ibrahim, Rasulullah pun bersabda: إن الله حَرَّمَ مَكَةَ (sesungguhnya Allah telah mensucikan kota Makkah) karena wajibnya pengharaman yang diwajibkan Allah kepada para hamba-Nya sebagai suatu amalan ibadah, bukan pengharaman yang masih termasuk ibadah dari sisi penjagaan dan perlindungan sebelumnya: tentang permohonan Ibrahim kepada Tuhannya merupakan hukum wajib Tanah Haram melalui lisannya, para hamba pun terbebani hukum wajib, tanpa lainnya.
Jika demikian, jelas sudah kebenaran kedua khabar tersebut, yaitu khabar dari Ibnu Syuraikh dan Ibnu Abbas dari Nabi SAW, bahwa beliau bersabda: Sesungguhnya Allah telah memuliakan kota Makkah ketika langit dan bumi diciptakan. Serta khabar Jabir, dari Abu Hurairah, dari Rafi' bin Khadij dan perawi lainnya, bahwa Nabi SAW pernah bersabda:
اللَّهُمَّ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ مَكَّةَ
“Ya Allah! Sesungguhnya Ibrahim AS telah mengharamkan (mensucikan) kota Makkah.”
Dan salah satu riwayat itu tidak memperkuat kebenaran makna riwayat yang lainnya, sebagaimana prasangka orang yang tidak mengerti hadits.
Selain Jabir, dalam khabar-khabar Rasulullah SAW hampir semuanya saling memperkuat, manakala bukti kebenaran khabar itu kuat. Khabar kedua yang telah diriwayatkan dari Rasulullah SAW di atas benar-benar ada dan bersumber dari beliau.
Dan ucapan Ibrahim :
رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ
(Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Aku Telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati) (Qs. Ibraahiim [14]: 37).
Jika ayat itu diturunkan sebelum ketetapan ke-haram-an kota Makkah melalui lisan para utusan-Nya, maka peng-haram-an Allah sebagai kemuliaan atas tanah Haram, serta perlindungan Allah atasnya, tanpa peng-haram-an kepada para makhluk-Nya sebagai suatu ibadah bagi mereka. Dan jika ayat itu diturunkan setelah peng-haram-an Allah melalui lisan utusan-Nya sebagai suatu amal ibadah, maka tidak ada lagi permasalahan dalam hal ini bagi kami.
Penakwilan firman Allah : وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ ءَامَنَ مِنْهُم بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
(dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari Kemudian)
Abu Ja'far berkata: Inilah permohonan Ibrahim kepada Tuhannya agar memberikan rejeki berupa buah-buahan kepada penduduk Makkah tanpa, bukan kepada orang kafir Makkah. Khususnya, permohonan untuk kaum muslimin dan bukan orang kafir, karena Allah telah memberitahukan tatkala Ibrahim AS memohon kepada-Nya agar menjadikan anak cucunya sebgai pemimpin yang diikuti, diantaranya orang kafir yang tidak memperoleh janji Tuhan dan orang lalim yang tidak diketahui bentuk kuasanya.
Tatkala kita tahu bahwa keturunan Ibrahim AS yang dzalim dan kafir, khususnya dalam hal permohonan Ibrahim kepada Tuhan-Nya agar diberi rejeki dari penduduk kota Makkah yang mukmin dan bukan yang kafir. Allah berfirman kepada Ibrahim:
إِنِّي قَدْ أَجَبْتُ دُعَاءَكَ، وَسَأَرْزُقُ مَعَ مُؤْمِنِي أَهْلِ هَذَا الْبَلَدِ كَافِرِهِمْ، فَأُمَتِّعُهُ به قليلاً
"Sesungguhnya Aku telah mengabulkan permohonanmu, dan Aku akan memberikan rejeki kepada penduduk kota Makkah ini, yang mukmin maupun yang kafir, Aku akan memberikan sedikit kenikmatan kepada mereka (kafir)."
Sebenarnya permohonan Ibrahim AS kepada Allah, karena ia menempati dataran di sebuah lembah yang tidak berumput, tidak tandus, dan tidak ada hubungannya dengan manusia, lalu Ibrahim AS memohon kepada Allah agar diberi rejeki berupa buah-buahan, dan lain-lain, agar manusia tertarik terhadap lembah itu. Ada yang menyebutkan, tatkala Ibrahim AS memohon kepada Tuhannya, lalu Allah memindahkan kota Thaif dari Palestina.
Dari Al Mutsanna menceritakan kepada kami, katanya: Ishaq bin Al Hajjaj menceritakan kepada kami, katanya: Hisyam menceritakan kepada kami, katanya: aku membacakan sebuah hadits kepada Muhammad bin Muslim, bahwa Nabi Ibrahim tatkala berdoa untuk tanah haram dengan ucapannya وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ maka Allah memindahkan Thaif dari kota Palestina.
Penakwilan firman Allah : قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِعُهُ، قَلِيلًاً (Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafir pun Aku beri bantuan sementara)
Abu Ja'far mengatakan: Ahli tafsir berbeda penafsiran tentang siapa yang berkata dalam ayat tersebut di atas dan sisi bacaannya. Sebagian mengatakan, yang berkata dalam ayat itu adalah Allah. Dan penakwilan kata-kata mereka dalam قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِعُهُ، قَلِيلًا adalah rejeki berupa buah-buahan di dunia sampai tiba masa panen. Orang yang berkata dalam ayat ini membaca ayat tersebut فَأُمَتِعُهُ، قَلِيلًا dengan huruf taa' yang ditasydid dan huruf 'ain yang didhammah.
Dari Al Mutsanna menceritakan kepada kami, katanya: Ishaq menceritakan kepada kami, katanya: Ibnu Abi Ja'far menceritakan kepada kami, dari Ayahnya, dari Rabi', katanya: Abu Al 'Aliyah menceritakan kepadaku, dari Ubai bin Abu Ka'b dalam firman Allah yang berkata dalam , وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ, قَلِيلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ firman ini adalah Allah sendiri, kata mereka.
Dari Ibnu Humaid menceritakan kepada kami, katanya: Salamah menceritakan kepada kami, katanya: Ibnu Ishaq berkata: Tatkala رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا عَامِنَّا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ
Nabi Ibrahim berkata مَنْ ءَامَنَ مِنْهُم بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ dan doa beliau tidak diperuntukkan bagi mereka yang enggan menjadikan Allah sebagai Penolongnya, tidak mau mendekatkan diri kepada-Nya, serta menyukai dan berkawan dengan orang yang menentang Allah, dan jika mereka dari keturunan Ibrahim ketika mengetahui bahwa dirinya termasuk orang dzalim yang tidak diberkati dengan pemberitahuan Allah kepadanya tatkala Allah berfirman وَمَن كَفَرَ artinya maka Aku akan memberikan rejeki berupa kebaikan dan (ketika dia tahu bahwa dirinya) adalah seorang yang durhaka dan suka berbuat keji dalam firman Allah فَأُمَتِعُهُ، قَلِيلًا
Para ulama yang lain mengatakan: Bahkan Ibrahim mengatakan hal itu sebagai sebuah permohonan kepada Tuhan agar memberikan rejeki juga kepada orang kafir yang hidup di tanah Haram, seperti juga rejeki yang dilimpahkan kepada orang mukmin dan memberikan sedikit kenikmatan
ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ dengan huruf taa' disukun, menjazm 'ain dan raa'difathah dari kata أَصْطَرة dan memisahkan kata ثُمَّ أَصْطَرُّهُ tanpa memisahkan dengan Alif, sebagai suatu permohonan dan do'a dari Ibrahim kepada Tuhannya demi mereka. Orang yang berpendapat demikian, mengatakan:
Dari Al Mutsanna menceritakan padaku, katanya: Ishaq menceritakan kepada kami, katanya: Ibnu Abi Ja'far menceritakan kepada kami, dari Ayahnya, dari Rabi', katanya: Abu Al Aliyah berkata: Ibnu Abbas mengatakan: Demikianlah kata Ibrahim ketika memohon kepada Tuhannya, bahwa orang kafir akan diberi sedikit kenikmatan.
Dari Al Mutsanna menceritakan kepada kami, katanya: Ishaq menceritakan kepada kami, katanya: Ibnu Abi Ja'far menceritakan kepada kami, dari Al-Laitsi dari Mujahid: وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ، قَلِيلًاً katanya: Dan kepada orang kafir pun, Aku akan memberikan rejeki kepada mereka, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka.
Abu Ja'far mengatakan: Bacaan dan penakwilan yang benar menurut kami, adalah pendapat Ubai bin Ka'b dan bacaannya, untuk mendasari hujjah, dinukil dari sebuah riwayat yang benar serta bacaan yang membedakan dengan riwayat tersebut berarti bacaan yang cacat. Dan tidak boleh menentang orang yang diperbolehkan dalam penukilan riwayat karena salah dan lupa, terhadap orang seperti ini tidak boleh baginya menukilkan sebuah riwayat.
Jika demikian, maka penakwilan ayat: Allah berfirman: Wahai Ibrahim, Aku telah mengabulkan permohonanmu, Aku memberikan rejeki kepada orang mukmin penduduk kota Haram ini, Aku juga akan memberikan sedikit kenikmatan kepada orang-orang kafir kota itu sampai tiba ajal mereka, setelah itu Aku paksa mereka menjalani siksa api neraka.
Adapun ayat فَأُمَتِعُهُ، قَلِيلًا yakni maka Aku menjadikan rejeki dalam hidup mereka untuk dinikmati hingga tiba saat kematian.
Kami katakan, jika demikian halnya; karena Allah mengatakan itu kepada Ibrahim sebagai jawaban atas permohonannya berupa rejeki buah-buahan bagi kaum mukmin penduduk kota Makkah, pendapat ini juga dianut oleh Mujahid, kami juga menyebutkan riwayat yang berasal dari Mujahid tersebut.
Sebagian yang lain mengatakan: Penakwilan فَأُمَتِعُهُ (Aku akan memberikan kenikmatan selama dia hidup di dunia). Yang lain mengatakan, فَأُمَتِعُهُ، قَلِيلًا (Aku akan memberikan kenikmatan sementara, selama dia kafir dan hidup di kota Makkah, sampai Aku mengutus Muhammad SAW, lalu beliau akan membunuh mereka jika tetap kafir dan menunjukkan kekafirannya) jika memang bisa dianggap firman, sebab petunjuk zhahir firman bertentangan dengan penggambaran kami.
Penakwilan firman Allah: ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ (Kemudian Aku paksaan ia menjalani siksa neraka)
Abu Ja'far berkata: Maksud Allah dalam ayat
ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ
kemudian Aku akan memaksanya merasakan siksa api neraka, serta menggiringnya ke dalam api neraka, sebagaimana firman Allah يَوْمَ يُدَعُونَ إِلَى نَارِ جَهَنَّمَ دَعًا yang artinya, "Pada hari mereka didorong ke neraka Jahannam dengan sekuat-kuatnya." (Qs.Ath-Thuur [52]: 13).
Arti الإضطرار adalah الإكْرَاهُ paksaan seperti kata اضْطَرَّرْتُ فُلانًا إِلَى aku memaksa si fulan melakukan) هَذَا الأَمْرِ : إِذَا أَلْجَأْتُهُ إِلَيْهِ وَحَمَلْتُهُ عَلَيْهِ sesuatu manakala aku mengharuskannya untuk melakukan sesuatu itu dan membuatnya melakukannya. Makna firman Allah ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ artinya Aku mendorongnya, mendorongnya dan membawanya ke dalam api neraka.
Penakwilan firman Allah: وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (dan itulah seburuk-buruk tempat kembali)
Abu Ja'far mengatakan: Kami telah menunjukkan bahwa kata بِئْسَ berasal dari kata وَبِئْسَ الْمَصِيرُ huruf kedua disukun dan harta awalnya dipindah ke pertama, seperti kata الكبد menjadi كبد dan kata-kata lain yang serupa. Makna ayat itu "dan seburuk-buruk tempat kembali adalah siksa api neraka, setelah mereka merasakan kenikmatan dunia yang mereka rasakan.
Adapun kata المصير mengikuti wazan مفعل seperti kata-kata syair: صَرْتُ مَصِيْرًا صَالِحًا yaitu sebuah tempat yang akan dituju oleh orang-orang yang ingkar kepada Allah, berupa siksaan api neraka.
sumber : At Thabari sd 520
Comments
Post a Comment